Rabu, 04 Februari 2009

Divorce??? poligami aja...

Siapapun yang membaca judul di atas dipastikan akan sewot, terutama kaum perempuan (betul gak?..........)

Dalam sebuah diskusi dengan beberapa teman, tiba-tiba terlontar suatu pertanyaan yang cukup njelimet. "Menurut ibu bagaimana Islam memandang poligami & apakah seorang istri yang memperbolehkan suaminya berpoligami akan mendapatkan surga". Tentunya pertanyaan itu bukan ditujukan untuk umi (berat euy...). Tapi walaupun tidak ditanya, umi bergumam juga perlahan. "Duch Ya Allah kalau surga itu punya beberapa pintu, umi masuknya gak usah lewat pintu aja dech...pintu yang lain kan banyak..,". Lalu percakapan pun berlanjut ke arah pembahasan poligami. Ada diantara kami yang memang lebih tua dan punya pemahaman islam yang lebih. Diskusi poligami ini memang kami usahakan dikaitkan dengan nilai-nilai islam, karena bagaimanapun ada bagaian dari nilai islam yang mengatur tentang masalah ini.

Tulisan ini tidak membahas detail tentang kaitan antara poligami dengan islam. Kalau untuk itu dipastikan sudah ada pakarnya sendiri. Tapi yang menarik dari diskusi ini adalah cerita dibalik adanya poligami ini. Teman yang tadi bertanya tentang poligami ini ternyata sedang menceritakan teman dekatnya yang sedang mengalami masalah 'dipoligami'.

"Mbak Nara (nama samaran) itu istri seorang dokter di rumah sakit yang cukup ternama. Mereka sudah dikaruniai 3 orang anak dan suaminya baru bilang ke istrinya kalau dia sudah menikah lagi dengan seorang janda" cerita teman umi itu. "Sebenarnya usia istri keduanya lebih tua dari mbak Nara, tapi terus terang istri keduanya terlihat lebih menarik.
Teman umi juga bilang kalau suaminya tidak mau menceraikan istri pertamanya, dia mau keduanya tetap menjadi istrinya. Menurut cerita teman umi ini mbak Nara ini sama sekali tidak menyangka suaminya akan melakukan itu. Keluarga mereka sangat berkecukupan dan tidak ada alasan yang menguatkan (menurut mbak Nara) untuk suaminya melakukan poligami. Mbak Nara tadinya adalah sorang notaris yang culup ternama dan dia sudah melepaskan itu demi untuk mengurus keluarganya. Lalu apa yang membuat sang suami memutuskan untuk mencari Wanita Idaman Lain? ..............dan ini yang membuat kita (umi dan beberapa teman) cukup terkejut & tidak menyangka sama sekali, masalah sepele.

Teman umi ini menceritakan kalau suami mbak Nara ini merasa kurang diperhatikan oleh istrinya untuk masalah-masalah yang kecil. Kalau dengan istri keduanya ini pak dokter ini diperhatikan bajunya, dipakaikan dasinya, pokoknya dimanjakan luar biasa. Ya Allah hanya beginikah nilai perkawinan selama 15 tahun. Kenapa harus runtuh dengan masalah yang sangat-sangat kecil. Tidak kah sang suami ini melihat ketiga anak-anaknya yang pastinya karena peran sang istri telah tumbuh menjadi anak dewasa yang sehat dan cerdas. Dan karena dengan peran sang istri pula, pak dokter ini dapat melesat karirnya sehingga dia menjadi seorang dokter terkenal. Kemana semua itu?? hilangkah hanya dengan perhatian kecil dari seorang perempuan lain. Tapi ternyata ada pandangan yang lain yang mau tidak mau harus umi iyakan & mungkin harus diperhatikan. "Suami itu kadang perlu diperlakukan seperti anak kecil, dimanja, dirayu, diistimewakan lah.. di luar dia banyak menemukan hal yang jauh lebih menarik, jauh lebih indah, dan jauh lebih menggoda dibanding dengan yang di rumah. Jadi cobalah sebagai istri jangan jadikan sang suami melulu pemimpin, kepala keluarga. Sekali-sekali jadikan dia sebagai anak kecil yang perlu dimanja sama seperti anak-anak kita," kata teman yang memang cukup berpengalaman dalam berumah tangga.

Ahh perempuan, kalian memang makhluk luar biasa yang sepertinya harus dan harus kuat dalam setiap kondisi apapun. Salut buat mereka yang memang sangat luar biasa dalam mengabdikan diri untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Kalau umi mungkin masih jauh dan mudah-mudahan tetap berusaha untuk jadi yang seperti itu. Untuk mbak Nara semoga menjadi kuat karena bagaiamanapun ini adalah takdir dari Allah yang memang suka tidak suka harus diterima dan dijadikan ladang pahala.